A. JUDUL PERCOBAAN
Gravimetri
B. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari
percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami hal berikut:
1.
Mengetahui cara penentuan air kristal terusi (CuSO4 XH2O)
2.
Mengetahui cara penentuan besi sebagai Besi (III) Oksida
C. LANDASAN TEORI
Analisis
kimiawi menetapkan kualitatif dan kuantitatif seperti materi. Konstituen-
konstituen yang akan dideteksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur,
radikal, gugusan fungsi, senyawaan atau fase. Kimia analitik enyangkut aspek
yang lebih luas dan lebih mendasar sedangkan analisis kimia menyangkut aspek
analisis yang lebih sempit dan spesifik. Penentuan dengan teliti suatu komponen
di dalam matriks beberapa komponen lainnya yang mirip memerlukan pengaturan
yang seksama kondisi-kondisi seperti pH, kompleksan, perubahan tingkat oksidasi
(Khopkar, 1990: 5).
Analisis
gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat
berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang
dianalisis diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. Hasil reaksi dapat berupa:
gas, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis, dan residu.
Berdasarkan hasil macam yang ditimbang, metode gravimetri dibedakan dalam
kelompok metode evolusi gas yang pada cara evolusi bahan direaksikan dengan
cara pemanasan ataudi tambahkan pereaksi tertentu sehingga timbul/menghasilkan
gas serta metode pengendapan (Widodo, 2009: 121).
Analisis
gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat
suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat
segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan
teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur-unsur yang menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur
penyusun atau senyawa
yang dikandung dilakukan
dengan
cara pengendapan, metode penguapan, metode elektro analisis, dll. Metode gravimetri
memakan waktu cukup
lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila
perlu faktor-faktor koreksi dapat
digunakan (Khopkar, 1990: 27).
Gravimetri
dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation anorganik serta
zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan iodium.
Berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan dengan mudah secara
gravimetri seperti penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan
obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotin dalam pestisida, kolesterol
dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi sebenarnya
cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan dalam
pemeriksaan kimia (Rivai, 1995: 309).
Metode
analisis gravimetrik biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti
aA + r R AaRr
dimana a moleku analit A,
bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya yakni AaRr biasanya
merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bisa ditimbang setelah
pengeringan atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya
diketahui untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh, kalsium bisa ditetapkan
secara gravimetrik melalui pengendapan kalsium oksalat dan pembakaran oksalat
tersebut menjadi kalsium oksida:
Ca2+ + C2O42- CaC2O4(s)
CaC2O4(s) CaO(s) + CO2(g) +
CO(g)
Biasanya reagen R ditambahkan
secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan tersebut (Day, 1986: 67).
Menurut
Khopkar (1990: 31) tujuan mencuci endapan adalah menghilangkan kontaminasi pada
permukaan. Larutan pencuci dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yakni:
1.
Larutan yang mencegah terbentuknya koloid yang mengakibatkan dapat lewat
kertas saring, misalnya penggunaan amonium nitrat untuk mencuci endapan ferihidroksida.
2.
Larutan yang mengurangi kelarutan dari endapan, misalnya alkohol.
3.
Larutan yang dapat mencegah hidrolisis garam dari asam lemah atau basa
lemah.
Perhitungan
analisis gravimetri endapan yang dihasilkan ditimbang dan dibandingkan dengan
berat sampel. Persentase berat analit A terhadap sampel dinyatakan dengan
persamaan
%A
= x 100%
Untuk menetapkan berat analit
dari berat endapan sering dihitung melalui faktor gravimetri. Faktor gravimetri
didefinisikan sebagai jumlah berat analit dalam 1 gram berat endapan. Hasil
kali dari berat endapan P dengan faktor gravimetri sama dengan berat analit.
Berat analit A = berat endapan P x faktor gravimetri,
sehingga
% A =
x 100%
Faktor gravimetri dapat
dihitung bila rumus kimia analit dari endapan diketahui dengan tepat (Ibnu,
2004: 135-136).
Pemisahan
endapan dari larutan tidak selalu menghasilkan zat murni. Kontaminasi endapan
oleh zat lain yang larut dalam pelarut disebut kopresipitasi. Hal ini
berhubungan dengan adsorpsi pada permukaan partikel dan terperangkapnya
(oklusi) zat asing selama proses pertumbuhan kristal dari partikel primernya.
Adsorpsi banyak terjadi pada endapan gelatin dan sedikit pada endapan
mikrokristal, misalkan AgI pada perak asetat dan endapan BaSO4 pada alkali nitrat. Pengotoran dapat juga
disebabkan oleh postpresipitasi, yaitu pengendapan yang terjadi pada permukaan
endapan pertama. Hal ini terjadi pada zat yang sedikit larut kemudian membentuk
larutan lewat jenuh. Zat ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan
primernya, misal: pengendapan CaC2O4 dengan adanya Mg.
MgC2O4 akan terbentuk bersama-sama dengan CaC2O4.
Lebih lama waktu kontak, maka lebih besar endapan yang terjadi pada senyawa
tersebut (Khopkar, 1990: 29)
Menurut Widodo
(2009) tahapan analisis gravimetri meliputi:
- Pelarutan analit
- Pengaturan kondisi larutan; pH, temperature
- Pengendapan
- Menumbuhkan kristal endapan (digestion atau aging)
- Penyaringan dan pencucian endapan
- Pemanasan atau pemijaran endapan untuk mendapatkan endapan kering
dengan susunan tertentu yang stabil dan spesifik
- Pendinginan dan penimbangan endapan
- Perhitungan
Endapan yang terbentuk pada
langkah ke-5 diupayakan kasar/besar dengan mengatur kondisi larutan agar
endapan yang terbentuk tidak terlalu cepat atau terlalu mudah. Pada umumnya
endapan kasar lebih murni dari endapan yang halus.
Konsep faktor
gravimetrik dalam menghitung persentase analit dalam suatu sampel tentu saja
saja tidak perlu digunakan. Jika konsep tersebut dipergunakan, dua hal penting
harus diperhatikan. Pertama, berat molekul suatu atom dari analit tersebut
berada pada pembilang, berat zat yang ditimbang pada pembagi. Kedua, jumlah
molekul atau atom dalam pembilang dan pembagi harus ekivalen secara kimia (Day,
1986: 69).
Pencucian akan
berhasil jika dilakukan berulang-ulang dengan pemakaian sedikit demi sedikit
cairan pencuci. Pencucian dilanjutkan sampai ion pengotor telah hilang sama
sekali. Hal penting dari pencucian adalah pemilihan larutan pencuci. Air murni
sebenarnya adalah cairan pencuci yang sangat cocok, tetapi air hanya dapat
digunakan bila endapan yang akan dicuci berupa hablur dan mempunyai kelarutan
yang rendah (Rivai, 1995: 305).
Menurut
Khopkar (1990: 30), keadaan optimum untuk pengendapan memiliki aturan-aturan
umum yang diikuti, yaitu sebagai berikut.
- Pengendapan harus dilakukan pada larutan encer yang bertujuan untuk
memperkecil kesalahan akibat kopresipitasi
- Pereaksi dicampurkan perlahan-lahan dan teratur dengan pengadukan yang
tetap. Ini berguna untuk pertumbuhan kristal yang teratur. Untuk
kesempurnaan reaksi pereaksi yang ditambahkan harus berlebih. Urut-urutan
pencampuran harus teratur dan sama
- Pengendapan dilakukan pada larutan panas bila endapan yang terbentuk
stabil pada temperatur tinggi. Aturan ini tidak selalu benar untuk
bermacam endapan organik
- Endapan kristal biasanya dibentuk dalam waktu yang lama dengan
menggunakan pemanas uap untuk menghindari adanya kopresipitasi
- Endapan harus dicuci dengan larutan encer
- Untuk menghindari postpresipitasi atau kopresipitasi sebaiknya
dilakukan pengendapan ulang.
Kesalahan
relatif dari sistem pengukuran TSS air berkisar antara 0,68 % sampai 7,98 %.
Ketelitian pengukuran dibandingkan dengan metode gravimetri memiliki perbedaan
nilai TSS maksimal kurang dari 4 mg/L. Nilai TSS pada sampel air minum melebihi
standar yang ditentapkan Kementrian kesehatan yaitu maksimum 50 mg/L. Setelah
ditelusuri ada kandungan fluorida 0,5 mg/L dalam air minum, tetapi hal tersebut
masih dalam batas standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yang
membatasi kandungan Fluorida maksimum 1,5 mg/L. Hal tersebut perlu dikaji ulang
berdasarkan sifat-sifat kimia yang terkadung dalam sampel. Apakah nilai TSS
tersebut masih baik untuk kesehatan atau tidak. Hal lain disebabkan oleh faktor
lingkungan seperti suhu, tegangan, dan gerakan yang tidak stabil (Fatimah, 2014:
72).
Suhu
pengeringan yang lebih tinggi akan mempercepat tercapainya kadar air
keseimbangan, yang berarti operasi pengeringan memerlukan waktu yang lebih
singkat, seperti diperoleh dari hasil penelitian bahwa nilai kadar air
keseimbangan terendah yaitu 0,02 (g air/g bahan kering) dapat dicapai pada suhu
90ºC, dengan waktu 80 menit. Eksperimen tersebut dilakukan di laboratorium
teknik kimia. Setelah umbi kimpul dikupas, dicuci bersih, dirajang dan direndam
dengan larutan garam dapur, setelah itu diparut lalu sampel umbi dimasukkan ke
alat pengering yang dilengkapi dengan neraca, sehingga dapat dibaca berat
sampel pada waktu tertentu. Proses pengeringan dihentikan hingga berat tetap
dan variabel yang diteliti adalah suhu pengeringan (Sulistiawati, 2015:
58&60).
D. ALAT
DAN BAHAN
1.
Alat
a. Batang
pengaduk 1
buah
b. Botol
semprot 1 buah
c. Corong
biasa 1
buah
d. Eksikator 1
buah
e. Gelas
kimia 50 mL 1 buah
f. Gelas
kimia 500 mL 1
buah
g. Gelas
ukur 10 mL 1
buah
h. Gelas
ukur 250 mL 1
buah
i.
Kaca arloji 1
buah
j.
Kompor gas 1 buah
k. Kasa
1
buah
l.
Asbes 1
buah
m. Krus
Porselin 2
buah
n. Lumpang 1
buah
o. Alu
1
buah
p. Neraca
Analitik Digital 1
buah
q. Penjepit
besi 1
buah
r.
Pipet tetes 6
buah
s. Spatula 1
buah
t.
Stopwatch 1
buah
2.
Bahan
a. Kristal
terusi (CuSO4.X
H2O)
b. Besi
(III) amonium sulfat ((NH4)
Fe(SO4)2)
c. Aquades
(H2O)
d. Asam
klorida 1:1 (HCl)
e. Asam
nitrat pekat (HNO3)
f. Amonium
nitrat 1% (NH4NO3)
g. Amonia
1:1 (NH3)
h. Kertas
saring Whatman
E. PROSEDUR
KERJA
1.
Penentuan
Kadar Air Kristal Terusi (CuSO4.XH2O)
a.
Krus
porselin kosong ditimbang.
b.
Sebanyak
0,5 gram Kristal terusi yang telah digerus dimasukkan dalam krus lalu ditimbang (W0).
c.
Kristal
terusi di dalam krus porselin dipanaskan di atas kompor gas sampai berubah
warnamenjadi putih.
d.
Krus
porselin dimasukkan kedalam eksikator hingga dingin lalu ditimbang (W1).
e.
Kristal
terusi dipanaskan di atas kompor gas sampai selama 10 menit dan dimasukkan
kedalam eksikator selama 5 menit hingga dingin lalu ditimbang (W2).
f.
Langkah
(e) diulangi hingga didapatkan massa yang konstan (Wn).
g.
Kandungan
air dalam Kristal terusi dihitung.
2.
Penentuan
Kadar Besi sebagai Besi (III) Oksida
a.
Gelas
kimia kosong ditimbang.
b.
Sebanyak
0,8 gram Kristal besi (II) ammonium sulfat ditimbang.
c.
Kristal
dilarutkan dalam 250 mL air.
d.
Larutan
ditambahkan 10 mL HCl 1:1 diaduk dan ditutup gelas arloji
e.
Larutan
ditambahkan HNO3 pekat seanyak 3 mL, dipanaskan dan ditambahkan H2O
100 mL
f.
Larutan
dipanaskan kembali sambil ditambahkan amonia 20 mL (setetes demi setetes)
g.
Larutan
didihkan sampai endapan terendapkan turun.
h.
Larutan
disaring menggunakan kertas saring whatman
i.
Endapan
dicuci dengan NH4NO3 1%.
j.
Endapan
dicuci dengan aquades (H2O) sebanyak 200 mL.
k.
Endapan
dan kertas saring dipindahkan kedalam kurs kemudian dipijarkan hingga menjadi
kering.
l.
Endapan
ditimbang menggunakan neraca analitik digital.
m. Kadar besi dalam Fe2O3
dihitung.
F. HASIL
PENGAMATAN
1. Penentuan
Air Kristal Terusi (CuSO4.xH2O)
No.
|
Aktivitas
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Timbang
krus kosong
|
30,508 gram
|
2.
|
Timbang
0,5 gram kristal terusi yang telah digerus di dalam krus
|
0,512 gram (31,020 gram), kristal
berwarna biru
|
3.
|
Panaskan
di atas kompor gas sampai berubah warna menjadi warna putih dan dimasukkan ke
dalam eksikator selama 5 menit, lalu ditimbang
|
Kristal CuSO4 berwarna putih
dan massa menjadi 30, 863 gram (0,157 gram)
|
4.
|
Panaskan
kembali di atas kompor gas selama 10 menit dan dimasukkan ke dalam eksikator
selama 5 menit, lalu ditimbang
|
Kristal CuSO4 berwarna
putih dan massa menjadi 30,851 gram (0,012 gram)
|
5.
|
Panaskan
kembali di atas kompor gas selama 10 menit dan dimasukkan ke dalam eksikator
selama 5 menit, lalu timbang
|
Kristal CuSO4 berwarna
putih dan massa tetap yakni 30,861 gram (0,01 gram)
|
6.
|
Panaskan
kembali di atas kompor gas selama 10 menit dan dimasukkan ke dalam eksikator
selama 5 menit, lalu timbang
|
Kristal CuSO4 berwarna
putih dan massa menjadi 30,852 gram (0,009 gram)
|
7.
|
Panaskan
kembali di atas kompor gas selama 10 menit dan dimasukkan ke dalam eksikator
selama 5 menit, lalu timbang
|
Kristal CuSO4 berwarna
putih dan massa menjadi 30,843 gram (0,009)
|
2. Penentuan
Kadar Besi sebagai Besi (III) Oksida
No.
|
Aktivitas
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Timbang 0,8 gram kristal besi (II) amonium sulfat
|
0,809 gram
|
2.
|
Kristal dilarutkan dalam 250 mL air
|
Larutan berwarna kekuningan
|
3.
|
Larutan ditambahkan 10 mL HCl 1:1
|
Larutan berwarna kuning transparan
|
4.
|
Larutan dipanaskan di
atas kompor
|
Larutan bewarna kekuningan (transparan)
|
5.
|
Larutan ditambahkan amonia 1:1 setetes demi
setetes
|
Larutan berbau amonia
|
6.
|
Larutan didihkan sampai endapan terendapkan turun
|
Terbentuk endapan berwarna orange kecokelatan dan
larutan berwarna kuning transparan
|
7.
|
Saring dengan kertas saring whatman
|
Terdapat endapan berwarna orange kecokelatan pada
kertas saring dan larutan tidak berwarna (filtrat)
|
8.
|
Endapan dicuci dengan amonium nitrat sebanyak 8 kali
volume pipet tetes
|
Endapan berwarna cokelat dan larutan tidak
berwarna
|
9.
|
Endapan dicuci aquades (H2O) sebanyak 200
mL
|
Endapan tetap berwarna cokelat dan larutan tidak
berwarna
|
10.
|
Pindahkan endapan beserta kertas saring ke dalam
krus porselin dan dipijarkan
|
Diperoleh bubuk
kering
|
11.
|
Timbang menggunakan neraca analitik digital
|
Berat Fe2O3 (hasil pijaran)
= 0,0367 gram
|
G.
ANALISIS
DATA
1.
Penentuan kandungan air
kristal terusi (CuSO4∙xH2O)
Diketahui:
BM
CuSO4∙XH2O = 179,
37 g/mol
BM H2O = 18 g/mol
Berat krus
kosong = 30,508 g
W0
CuSO4∙XH2O = 31,020
g – 30,508 g
= 0,512 g
W1 +
krus = 30,863 g
W2 +
krus = 30,851 g
W3 +
krus = 30,861 g
W4
+ krus = 30,852 g
W1 = 0,157 g
W2 = 0,012 g
W3 = 0,01 g
W4 = 0,009 g
Karena W4 memiliki selisih penimbangan dengan
penimbangan sebelumnya adalah 0,001 (0,009 - 0,01 g = 0,001) maka,
Wn = (Berat W4 + krus) – berat krus kosong
= 30,852 g – 30,508 g
= 0,344 g
Ditanyakan: x =
.....?
Penyelesaian: =4,859375≈5
Menurut teori:
Kandungan air
dalam Kristal teori sebanyak 5 dengan rumus CuSO4∙5H2O
CuSO4∙XH2O
→ CuSO4 + X H2O
m
CuSO4∙5H2O = 0,500
g
Mol
CuSO4∙XH2O =
Mol
CuSO4 =
= 0,0027 mol
massa
CuSO4 = mol x Mm CuSO4
= 0,0027 mol x 161,37
g/mol
= 0,45 g
Mol
H2O =
= 0,01395 mol
massa
H2O = mol x Mm H2O
= 0,01395 mol x 18
g/mol
= 0,2511 g
X =
=
- Penentuan besi sebagai besi
(III) oksida
Diketahui: BM Fe2O3 = 160 g/mol = 160 mg/mmol
BM
Fe = 56 g/mol = 56 mg/mmol
W0 = 0,809 g = 809 mg
Wn = 0,367 g = 367 mg
Ditanyakan:
% Fe = ....?
Penyelesaian:
=
= 31,755 %
Menurut
teori
%Fe =
= 70%
% Rendemen =
=
= 45,
364%
H.
PEMBAHASAN
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan
pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis
gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa
murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat
ditimbang dengan teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat
atom unsur-unsur yang menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur penyusun atau senyawa
yang dikandung dilakukan dengan cara pengendapan, metode penguapan, metode
elektroanalisis dll. Metode gravimetri memakan
waktu cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan
bila perlu faktor-faktor
koreksi dapat digunakan (Khopkar, 1990: 27).
Tujuannya berupa mahasiswa diharapkan
mampu mengetahui prinsip dasar gravimetri, menentukan kandungan air kristal
terusi dan menentukan kadar besi sebagai besi (III) oksida. Prinsip dasar
gravimetri yaitu pengendapan, dan
penguapan. Penguapan dilakukan untuk menetapkan komponen-komponen dari suatu
senyawa yang mudah menguap. Metode penguapan ini dapat dilakukan dengan
pemanasan untuk memisahkan senyawa dari zat lain dan dilakukan penimbangan pada
senyawa awal dan senyawa akhir yang lebih murni sehingga dapat diketahui perbandingan
berat senyawa dengan komponen-komponennya yang ingin diketahui.
1.
Penentuan
Air Kristal Terusi (CuSO4xH2O)
Kristal terusi adalah senyawa kimia yang mengikat
molekul-molekul air pada suhu kamar dan akan melepaskan molekul airnya jika
dipanaskan (Khopkar, 1990: 28). Hal tersebut mengakibatkan kristal terusi
mengalami perubahan warna dari biru menjadi putih dan berubah bentuk dari triklin
menjadi monoklin. Namun, saat proses pendinginan berlangsung akan menyebabkan
molekul anhidrat tersebut menyerap uap air dari udara dan mengikat air sehingga
berubah warna kristal terusi menjadi biru kembali dan berbentuk triklin.
Penentuan air kristal terusi diawali
dengan proses memasukkan kristal terusi ke
dalam krus kosong, kristal terusi berwarna biru yang menunjukkan bahwa kristal mengandung
air, lalu ditimbang dan beratnya dicatat sebagai W0 yakni 0,512
gram. Lalu pemanasan dilakukan di atas kompor gas sampai warna kristal berubah
dari biru menjadi putih dengan tujuan untuk menghilangkan air yang terkandung
dalam kristal terusi atau kristal CuSO4 (Khopkar, 1990: 28). Senyawa
CuSO4 dan air berikatan
secara kovalen sehingga diperlukan energi yang besar untuk menghilangkan atau
memisahkan keduanya. Pemanasan dengan suhu yang cukup tinggi dapat membebaskan
molekul air untuk menguap dan akan bereaksi dengan oksigen membentuk karbon
dioksida (karbon diperoleh dari pembakaran) sehingga pada akhirnya kandungan
air akan menguap dan bersisa endapan murni CuSO4. Pada proses pemanasan
menggunakan kompor gas ini sempat didapatkan hasil yang justu meningkat yaitu
berat kristal dari W2= 30,861 gram ke W3= 30,851 gram
yang hal ini disebabkan karena kristal terusi yang sangat reaktif terhadap air
seperti teori yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga pada rangkaian proses
tersebut terdapat kelalaian praktikan
membiarkan kristar terlalu lama mengalami kontak langsung dengan udara bebas
(oksigen). Hilangnya kandungan air ditandai dengan perubahan berat kristal
terusi menjadi lebih ringan dari berat awal kristak yang berwarna biru menjadi
putih.
Setelah pemanasan, kristal terusi
dimasukkan ke dalam eksikator. Eksikator digunakan untuk mendinginkan krus.
Fungsi eksikator adalah mempercepat proses pendinginan agar kristal tidak
menyerap kembali uap air yang terdapat di udara bebas. Selama pendinginan,
eksikator harus tertutup dari udara luar sehingga tidak akan menyerap lembab.
Bahan pengering yang terdapat pada bagian bawah eksikator umumnya dapat berupa
CaO, CaCl2, anhidrat atau asam sulfat pekat, silika gel, fosfor
pentaoksida, dll (Sugiyarto, 2003.). Tutup eksikator pada bibirnya dilapisi vaselin
supaya penutupan rapat dan kedap udara akibatnya tekanan udara di dalam
eksikator selalu kurang dari tekanan udara luar. Sifat eksikator adalah ruang
vakum sehingga uap air yang berada diluar eksikator tidak dapat masuk ke dalam
eksikator dan zat pengering seperti silika gel bersifat higroskopis dan dapat
mengabsorpsi air.
Setelah melakukan pemanasan sebanyak
empat (4) kali, diperoleh bobot kristal
yakni W0= 0,512 gram, W1= 0,157 gram, W2=
0,012 gram, W3= 0,01 gram, dan W4= 0,009 gram. Nilai W4
yang konstan saat percobaan
membuatnya dapat dianggap sebagai berat
akhir. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kandungan air sebanyak 5 yang
berarti koefisien atau kandungan H2O dalam kristal terusi adalah 5.
Hal tersebut sesuai dengan teori karena berdasarkan teori koefisien atau
kandungan H2O dalam kristal terusi adalah 5 yang diapat sesuai
dengan hasil analisis data. Selama proses pemanasan berlangsung, air menguap
berdasarkan teori sesuai dengan persamaan berikut:
CuSO4.5H2O→CuSO4(s)
+ 5H2O(g)
2.
Penentuan
Besi sebagai Besi (III) Oksida
Penentuan kadar besi (III) oksida
dilakukan untuk mengetahui dan menentukan kadar besi yang terdapat dalam besi
(II) amonium sulfat dengan cara mengubah zat tersebut menjadi besi (III)
oksida. Prosesnya dilakukan dengan metode gravimetri yang diawali dengan proses
pengendapan, lalu pemisahan, pemijaran endapan dan penimbangan sebagai akhir
prosesnya.
Pentuan besi sebagai besi (III) oksida
dilakukan dengan melarutkan FeSO4(NH4)2 dalam
air. Proses pelarutan mengakibatkan terjadinya perubahan warna larutan menjadi
berwarna kekuningan, hal tersebut menunjukkan bahwa Fe sangat mudah
teroksidasi. Larutan lalu ditambahkan dengan HCl 1:1 yang memiliki fungsi
sebagai pemberi suasana asam yang mendukung terjadinya proses oksidasi Fe2+
menjadi Fe3+, larutan tetap berwarna kuning. Setelah itu larutan
ditambahkan dengan HNO3 pekat yang berfungsi untuk mengoksidasi Fe2+
menjadi Fe3+, HNO3 menyumbang NO3 yang akan
berikatan dengan Fe3+. Reaksi yang terjadi:
Fe2+
+ 3HNO3 → Fe(NO3)3 + 3H+
Larutan kemudian dipanaskan hingga
diperoleh larutan berwarna kuning jernih. Pemanasan tersebut bertujuan untuk
mempercepat jalannya reaksi pengoksidasian. Pada proses ini diharapkan agar
yang dapat mengoksidasi Fe adalah HNO3 bukan NO2 karena
HNO3 adalah pengoksidator yang baik.
Larutan
lalu ditambahkan dengan amonia 1:1 dan bau amonia mulai tercium pada pertengahan
pemanbahannya, penambahan amonia tersebut bertujuan untuk menghasilkan endapan
yang maksimal. Reaksi yang terjadi:
Fe(NO3)3 + 3 NH4OH →
Fe(OH)3 ↓ + 3 NH4NO3
Pengendapan
dilakukan karena sesuai dengan metode gravimetri yang merupakan penetapan
kuantitas atau jumlah sampel melalui perhitungan berat zat sehingga diperlukan
produk yang berbentuk padatan atau solid. Endapan yang terbentuk berwarna orange
kecokelatan dan larutan berwarna kuning transparan. Endapan dipisahkan dari
larutan kuning trasnparan dengan cara penyaringan menggunakan bantuan kertas
saring whatman, kertas saring whatman digunakan agar abu tidak akan
mempengaruhi proses penimbangan. Lalu endapan dicuci dengan ammonium nitrat (NH4NO3)
1%. Ammonium nitrat digunakan untuk menghindari terikutnya ion-ion lain atau
ion pengganggu seperti HCl, NH4OH dan NH4NO3 sehingga
pada akhir percobaan diharapkan diperoleh Fe (besi) dalam keadaan murni.
Kemudian, pencucian dilanjutkan dengan menggunakan aquades (H2O)
dengan tujuan untuk menyempurnakan pembersihan dan menetralkan kembali zat
tersebut.
Endapan dan kertas
saring lalu dipindahkan ke dalam krus kosong dan dilakukan pemijaran sampai
diperoleh bubuk kering dan berwarna putih. Pemijaran bertujuan agar endapan
dari air dapat dibebaskan dan Fe(OH)3 dapat diubah menjadi Fe2O3.
Reaksi yang terjadi adalah:
Fe(OH)3 Fe2O3
+ 3H2O ↑
Hasil pemijaran ditimbang dan diperoleh
massa 0,367 gram. Kadar % Fe dalam percobaan tersebut sebesar 31,755%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar
Fe dalam Fe2O3 adalah 45,364%. Nilai yang berbeda dengan teori
sehingga % rendemen diperoleh sebanyak 70%. Faktor yang mempengaruhi sehingga
larutan yang diperoleh berbeda dengan teori adalah kurang maksimalnya proses
pemanasan larutan sehingga endapan yang
terbentuk sedikit.
I.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
a.
Prinsip
dasar gravimetri adalah pemurnian
zat dengan cara pengendapan.
b.
Kandungan
air yang terdapat dalam kristal terusi berdasarkan percobaan adalah 5 dan
berdasarkan teori adalah 5.
c.
Kadar
besi dalam Fe2O3 yang diperoleh adalah 31,755% dengan % rendemen sebesar 45,
364%.
2.
Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar lebih
teliti dalam melakukan percobaan, agar tidak terjadi kesalahan dalam
proses praktikum di dalam laboratorium
agar dapat memperoleh hasil yang sebanding dengan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Day,
R.A dan A.L. Underwood, 1986. Analisis
Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Fatimah, Ani, Harmadi, dan Wildian. 2014. Perancangan
Alat Ukur TSS (Total Suspended Solid) Air Menggunakan Sensor Serat Optik
Secara Real Time. Jurnal Ilmu Fisika (JIF): 6(2), Hal 72.
Secara Real Time. Jurnal Ilmu Fisika (JIF): 6(2), Hal 72.
Ibnu,
Sodiq. Budiasih, Endang. Widarti, Hayuni Retno dan Munzil. 2004. Kimia Analitik I Edisi Revisi. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Khopkar,
S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Jakarta: UI-Press.
Rivai,
Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia.
Jakarta: UI-Press.
Sulistiawati, Endah, Imam Santosa, Yunizar Rizka APS,
dan Arya Aji Saka. 2015. Pengaruh Suhu
Pada Pengeringan Tepung Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium). Chemica:
2(2), Hal 58 dan 60.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar