A. JUDUL PERCOBAAN
Titrimetri
B. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini, mahasiswa diharapkan
mampu memahami hal berikut:
1.
Untuk mengetahui pembuatan
larutan standar HCl dan standarisasinya.
2.
Untuk mengetahui cara penentuan campuran
karbonat dan bikarbonat.
C. LANDASAN TEORI
Analisis kimiawi
menetapkan kualitatif dan kuantitatif seperti
materi. Konstituen- konstituen
yang akan dideteksi
ataupun ditentukan jumlahnya
adalah unsur, radikal,
gugusan fungsi, senyawaan
atau fase. Kimia analitik enyangkut
aspek yang lebih luas dan lebih mendasar
sedangkan analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit
dan spesifik. Penentuan
dengan teliti suatu komponen di dalam matriks
beberapa komponen lainnya
yang mirip memerlukan
pengaturan yang seksama
kondisi-kondisi seperti pH, kompleksan, dengan perubahan suatu tingkat oksidasi
(Khopkar, 1990: 5).
Larutan standar
yang digunakan sebagai
titran harus diketahui
dengan tepat konsentrasinya. Biasanya,
larutan standar dibuat
dengan cara melarutkan
sejumlah berat tertentu
bahan kimia pada sejumlah tertentu
pelarut yang sesuai.
Cara ini mudah dilakukan, tetapi
hasilnya sering kali kurang tepat,
karena hanya sedikit
jenis zat kimia bahan titran
yang diketahui dalam keadaan murni.
Zat kimia yang benar-benar murni bila ditimbang
dengan tepat dan dilarutkan dalam sejumlah tertentu
pelarut yang sesuai
menghasilkan larutan standar
primer. Larutan standar
lain yang ditetapkan
konsentrasinya melalui titrasi
dengan menggunakan larutan
standar primer dikenal
sebagai larutan standar
sekunder. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
bahan membuat larutan
standar primer harus memenuhi persyaratan
berikut: Benar-benar ada dalam keadaan
murni dengan kadar pengotor <0,02%.Stabil secara
kimiawi, mudah dikeringkan
dan tidak bersifat
higroskopis.Memiliki berat ekuivaken
besar, sehingga meminimalkan
kesalahan akibat penimbangan
(Ibnu, 2004 : 97-98).
Istilah analisis
titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui
dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara
kuantitatif dengan larutan
dari zat yang akan ditetapkan.
Larutan dengan kekuatan
(konsentrasi) yang diketahui
tepat itu, disebut
larutan standar. Larutan
standar biasanya ditambahkan
dari dalam sebuah
buret. Proses penambahan
larutan standar sampai
reaksi tepat lengkap
disebut titrasi dan zat yang akan ditetapkan,
dititrasi. Titik pada saat reaksi
tepat lengkap disebut
titik ekivalen atau titik akhir teoritis (titik
akhir stoikiometri). Lengkapnya
titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan
yang tak dapat disalah-lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar
itu sendiri atau penambahan suatu regensia pembantu
yang disebut indikator.
Dahulu, digunakan orang analisis volumetri,
tetapi sekrang, telah diganti dengan
analisis titrimetri, karena
yang terakhir ini dianggap lebih baik dalam menyatakan hasil titrasi. Sedangkan
yang disebut terdahulu,
dapat dikacaukan dengan
pengukuran-pengukuran volume, seperti
yang melibatkan gas-gas
(Bassett, 1994: 259).
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode
volumetri merupakan cara analisis kuantitatif
yang didasarkan pada prinsip stokiometri
reaksi kimia. Dalam setiap metode
titrimetri selalu terjadi
reaksi kimia antara
komponen analit dengan
zat pendeteksi yang disebut titran.
Reaksi dasar antara
komponen analit dengan
titran dinyatakan dengan
persamaan rumus :
aA
+ tT produk
“a” adalah
jumlah mol analit
(A) yang bereaksi
secara stokiometrik dengan
“t” mol titran
(T) atau “a” dan “t” menggambarkan koefisien
reaksi dalam persamaan
reaksi setaranya. Analit
adalah komponen dari larutan sampel
yang hendak ditetapkan
kuntitasnya. Titran adalah
larutan standar yang telah diketahui
dengan tepat konsentrasinya. Titran
ditambahkan ke dalam larutan analit
menggunakan peralatan khusus
yang disebut buret sampai jumlah
tertentu hingga tercapai
titik ekivalen. Pencapaian
titik ekivalen ditandai
oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan
kedalam larutan analit
yang dikenal sebagai
indikator. Perubahan indikator
terjadi setelah semua analit bereaksi
dengan titran yang ditandai dengan
perubahan warna (Ibnu,
dkk. 2004: 93).
Indikator asam-basa
adalah zat yang berubah warna atau membentuk
flouresen atau kekeruhan
pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator
asam-basa terletak pada titik ekuivalen
dan ukuran dari pH. Zat-zat
indikatoe dapat berupa
asam atau basa, stabil dan menunjukkan perubahan
warna yang kuat serta biasanya
adalah zat organic.
Perubahan warna disebabkan
oleh resonansi isomer
electron. Berbagai indikator
mempunyai teteapan ionisasi
yang berbeda dan akibatya mereka
menunjukkan warna pada range pH yang berbeda
pula (Khopkar, 1990: 46).
Indikator asam-basa
ialah zat yang dapat berubah
warna apabila pH lingkungannya berubah.
Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen
akan mempunyai pH=7. Tetapi bila asamnya ataupun
basanya merupakan elektrolit
lemah, garam yang
terjadi akan mengalami
hidrolisis dan pada titik ekivalen
larutan akan mempunyai
pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam).
Harga pH yang tepat dapat dihitung dari tetapan ionisasi
dari asam atau basa lemah tersebut dan dari konsentrasi
larutan yang diperoleh.
Titik akhir titrasi
asam basa dapat ditentukan dengan
indikator asam basa. Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan
warna yang nampak
di sekitar pH titik ekivalen
titrasi yang dilakukan,
sehingga titik akhirnya
masih jatuh pada kisaran perubahan
pH indikator tersebut.
Bila suatu indikator
digunakan untuk menunjukkan
titik akhir titrasi,
maka :
1.
Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant
menjadi ekivalen dengan
titrat.
2.
Perubahan warna itu harus terjadi secara
mendadak, agar tidak ada keraguan-keraguan tentang
kapan titrasi harus dihentikan.
Reaksi titrasi
yang dilakukan untuk membuktikan bahwa kurkumin dapat digunakan sebagai
indikator dalam menunjukkan
titik akhir titrasi
adalah titrasi basa kuat dengan
asam kuat dan titrasi basa lemah dengan
asam kuat, juga digunakan juga indikator pembanding
fenolftalein (pp) dan
methyl orange (mo)
(Harjanti, 2008).
Menurut Harjadi
(1990) metode volumetrik
dibedakan sebagai berikit
:
1.
Gasometri, yaitu analat yang direaksikan sehingga
berbentuk suatu gas atau terpakai
pereaksi berbentuk gas. Jumlah zat/komponen
yang dicari dihitung
dari volume gas tersebut. Contoh
gasometri ialah penentuan
karbonat dimana CO2 yang terjadi ditangkap
dan diukur volumenya.
Contoh lain ialah : penentuan
nitrat , yaitu dengan mereduksinya
dengan Hg dalam ruang tertutup.
2.
Titrimetri yaitu analat direaksikan
dengan suatu pereaksi
sedemikian rupa, sehingga
jumlah zat-zat yang bereaksi itu satu sama lain ekivalen.
Ekivalen berarti, bahwa zat-zat yang direaksikan itu tepat saling
menghabiskan, sehingga tidak ada yang sisa. Contoh
penentuan jumlah asam dalam larutan
cuka. Sejumlah larutan
asam direaksikan dengan
NaOH. NaOH ditambahkan
sebagai larutan sedikit
demi sedikit, sampai
terlihat tanda bahwa asam tepat habis.
Menurut
Bassett (1994: 260), terdapat kondisi-kondisi yang harus dipenuhi,
yaitu:
1.
Harus ada suatu reaksi
yang sederhana yang daoat dinyatakan
melalui suatu persamaam
kimia.
2.
Reaksi harus praktis berlangsung
dalam sekejab atau berjalan dengan
sangat cepat sekali.
Penambahan katalis akan menaikkan kecepatan
reaksi.
3.
Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi-bebas yang menimbulkan perubahan
dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan
pada titik ekuivalen.
4.
Harus tersedia
suatu indikator, yang oleh perubahan
sifat-sifat fisika (warna
atau pembentukan endapan) harus dengan tajam menetapkan titik akhir titrasi.
Jika tak tersedia indikator yang dapat dilihat oleh mata maka titik ekivalen tersebut
ditetapkan dengan mengikuti beberapa hal selama titrasi berlangsung, yakni potensial
antara sebuah elektroda indikator dan sebuah elektroda pembanding, perubahan dalam
konduktivitas listrik larutan, dan arus listrik yang mengalir melalui sel titrasi
antara sebuah elektrode indikator.
Penentuan titik akhir titrasi
10 Ml NH4 \OH 0,1N oleh HCl 0,1N dengan indikator mo dengan pembanding
indikator kurkumin dapat dilihat dalam tabel 7 diatas. Dari hasil penelitian diperoleh
hasil penyimpangan 0,18% ditunjukkan oleh indikator kurkumin. Sehingga indikator
kurkumin dapat digunakan sebagai indikator alternative pengganti methyl orange
(mo) untuk titrasi asam basa. pH akhir dari titrasi menggunakan indikator mo
4,2668 sedangkan untuk titrasi menggunakan kurkumin diperoleh pH akhir 5,8568 (Ratna
Sandari, 2016: 600).
Menurut Nuryanti (2010:
182), ekstrak mahkota bunga sepatu dapat digunakan sebagai indikator pada titrasi
asam-basa (asam kuat-basa kuat, asam lemah-basa kuat dan basa lemah-asam kuat).
Perubahan warna dalam asam berwana merah dan basa berwarna hijau. Terjadinya perubahan
warna karena dalam ekstrak tersebut mengandung antosianin, yang dalam strukturnya
terdapat kation flavilium membentuk anhidrobase akibat perubahan pH. Indikator ekstrak
mahkota bunga sepatu mempunyai kemiripan dengan indikator metil orange dan fenolftalein,
sehingga dapat sebagai pengganti indikator tersebut.
Larutan standar adalah yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui
dalam suatu volume tertentu larutan. Selama bertahun-tahun suatu konsentrasi dinyatakan
dalam molaritas (jumlah mol per liter) dan normalitas (jumlah ekuivalen per liter).
Dengan adanya larutan standar ini maka akan terjadi proses suatu titik ekuivalen,
ekuivalen dari suatu basa adalah suatu massa basa itu yang mengandung suatu gugus
hidroksil yang tergantikan. Hidroksil tersebut dapat berionisasi (Bassett, dkk.
1994: 261).
Pembakuan larutan dilakukan
bertujuan untuk menyamakan larutan yang digunakan untuk titrasi alkalimetri dengan
standar larutan baku. Misalnya pada penelitian mengenai kadar pemanis buatan dalam
minuman serbuk, hasil pembakuan didapatkan normalitas larutan sebesar 0,089 N. Menurut
tetapan pemerintah, batas kadar pemanis buatan dalam makanan atau minuman adalah
3000 ppm. Penggunaan asam sinamat (pemanis buatan) yang berlebihan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan (Handayani, 2015:05).
D.
ALAT
DAN BAHAN
1.
Alat
a. Neraca
analitik 1
buah
b. Labu
Erlenmeyer 250 ml 10
buah
c. Gelas
kimia 50 ml 1
buah
d. Labu
takar 100 ml 1
buah
e. Buret
50 ml 2
buah
f. Pipet
volum 25 ml 2
buah
g. Spatula 1 buah
h. Batang
pengaduk 1
buah
i. Pipet
tetes 3
buah
j. Ball
pipet 2
buah
k. Corong
biasa 4
buah
l. Statif
dan klem @1 buah
m. Botol
semprot 1 buah
n. Lap
kasar 1
buah
o. Lap
halus 1
buah
2.
Bahan
a. Boraks
(Na2B4O7 . 10H2O)
b. Larutan
standar asam klorida (HCl) 0,1 N
c. Sampel
campuran karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-)
d. Indikator
metil orange (MO)
e. Larutan
barium klorida10%(BaCl2)
f. Aquadest
(H2O)
g. Kertas
saring
h. Tissue
E.
PROSEDUR
KERJA
1. Standarisasi
larutan HCl
a. ditimbang
boraks (Na2B4O7 . 10H2O)
sebanyak 0,4 gram dan dilarutkan dengan aquades dalam gelas kimia 50 ml
b. Larutan
boraks dimasukkan kedalam labu takar dan diencerkan hingga 100 mL
c. Larutan
boraks diambil dengan menggunakan pipet volum dan dimasukkan ke dalam 3 labu erlenmeyer
yang berbeda masing-masing sebanyak 25 mL
d. Ketiga
labu erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator metil orange (MO)
e. Larutan
standar asam klorida (HCl) 0,1 N dimasukkan ke dalam buret 50 mL
f. Ketiga
larutan boraks dititrasi dengan menggunakan larutan standar asam klorida (HCl)
0,1 N dan volume titran dicatat
g. Volume
rata-rata dari titran yang digunakan dihitung
2. Penentuan
Campuran Karbonat dan Bikarbonat
a. Sebanyak
25 ml larutan sampel campuran karbonat diambil menggunakan pipet volum
b. Sampel
campuran karbonat dan bikarbonat yang telah dipipet dimasukkan ke dalam 3 labu
Erlenmeyer masing-masing dimasukkan sebanyak 25 ml
c. 3
tetes indikator metil orange (MO) ditambahkan kedalam masing-masing labu Erlenmeyer
d. Ketiga
sampel campuran karbonat dan bikarbonat kemudian dititrasi dengan menggunakan
larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran dicatat
e. Volume
titran rata-rata dicatat sebagai V1 (ml)
f. Sebanyak
25 ml larutan sampel campuran bikarbonat diambil menggunakan pipet volum
g. Sampel
campuran karbonat dan bikarbonat yang telah dipipet dimasukkan ke dalam 3 labu
Erlenmeyer masing-masing dimasukkan sebanyak 25 ml
h. ditambahkan
beberapa tetes larutan BaCl2 10% sampai tidak terbentuk endapan
putih lagi, masing-masing labu erlenmeyer
i. Endapan
dibiarkan turun dan kemudian disaring dengan menggunakan corong yang dilengkapi
dengan kertas saring
j. Filtrat
kemudian ditambahkan 3 tetes indikator metil orange
k. Filtrat
dititrasi dengan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran
dicatat
l. Volume
titran rata-rata dicatat sebagai V2 (ml)
m. Kadar
karbonat dan bikarbonat dihitung
F.
HASIL
PENGAMATAN
NNo
|
Aktivitas
|
Hasil Pengamatan
|
1.
2
|
Standarisasi larutan HCl 0,1 N
a. 0,4 gram boraks + 100 mL aquades (H2O)
b. 25 mL larutan boraks + indikator Metil Orange (MO)
c. Dititrasi dengan HCl 0,1 N
Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
a. 25 mL larutan karbonat (CO3) + indikator Metil Orange (MO)
b. 25 mL larutan karbonat (CO3) + indikator Metil Orange (MO) +
dititrasi
|
Larutan tidak berwarna
Larutan berwarna orange
Volume titrasi
V1 = 5 mL
V2 = 5 mL
V3 = 5,1Ml
Larutan berwarna orange
Larutan berwarna merah
Volume titrasi
V1 = 59, 8 mL
V2 = 60 mL
V3 = 60,4 mL
|
|
a. 25 mL larutan bikarbonat (HCO3) + beberapa tetes BaCl2
10% sampai tidak terbentuk endapan lalu campuran disaring
b. Campuran dititrasi
|
Larutan berwarna putih
Larutan tidak
berwarna
Volume titrasi
V1 =
2,8 mL ( berwarna merah)
V2 =
2,9 mL (berwarna kuning)
V3 = 3
mL (berwarna kuning)
|
G.
ANALISIS
DATA
1. Standarisasi larutan HCl
Dik : V1 = 25 ml
V2 (V rata-rata) = (5 + 5 + 5,1) mL
3
= 5,03 mL
W = 0,4 mg x 1000 mg
=
400
mg
BM boraks = 381
mg/mmol
Dit : N HCl =……….?
Peny :
N HCl =
=
= 0,104 mmol/ml
= 0,104 N
2. Penentuan campuran Karbonat dan Bikarbonat
Dik : N
HCl = 0,13 N
Vsampel = 25 mL
V1 rata-rata = (59,8 + 60 + 60,4) mL
3
= 60,1 mL
V2 rata-rata = (2,8 + 2,9 + 3) mL
3
= 2,9 mL
Dit : a. Kadar CO3- = ….?
b.
Kadar HCO3- =
….?
Peny :
a. Kadar CO3 =
=
= 0,12 mmol/ mL
b. Kadar HCO3- =
=
=
0,012 mmol/mL
H. PEMBAHASAN
Analisa titrimetri atau analisa
volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang
dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya
secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar
tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku (standar) adalah larutan
yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa
dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Titik Ekuivalen adalah titik dimana
terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan
larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan
warna pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang
dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu
dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
1. Standarisasi
HCl
Standarisasi
adalah suatu proses penentuan konsentarasi larutan. Untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan asam-basa, diperlukan suatu larutan yang telah
diketahui konsentrasnya dan biasanya berupa larutan asam atau basa yang mantap
konsentrasinya atau konsentrasinya tidak berubah-ubah, dengan prinsip dasar
yaitu titrasi larutan yang belum
diketahui konsentrasinya dengan larutan yang telah diketahui konsentrasinya.
Percobaan
ini bertujuan untuk menstandarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan
boraks untuk mengetahui konsentrasi dari HCl tersebut. Adapun metode yang
digunakan adalah titrimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada
prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode titrimetri selalu
terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang disebut
analit.Analit adalah komponen dari larutan sampel yang hendak ditetapkan
kuantitasnya.Titran adalah larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya
(Ibnu, 2004: 93).
Pada
percobaan ini yang bertindak sebagai larutan standar sekunder adalah HCl,
dikarenakan konsentrasinya selalu berubah-ubah dan tidak stabil dalam
penyimpanannya.Oleh karena itu, dilakukan standarisasi larutan terhadap HCl
dengan menggunakan larutan boraks yang merupakan larutan standar primer.Larutan
boraks digunakkan karena memiliki konsentrasi yang tetap dan stabil dalam penyimpanannya.
Alasan lainnya mengapa boraks digunakan sebagai larutan standar primer karena
merupakan basa lemah yang mampu bereaksi dengan larutan HCl yang merupakan asam
kuat, dimana reaksi antara boraks dan HCl terjadi reaksi yang sempurna, dimana
akan membentuk garam bersifat asam.
Perobaan
ini dilakukan dengan melarutkan Kristal boraks ke dalam air untuk menghasilkan
larutan boraks yang diencerken dalam labu takar.Hal ini karenakan labu takar
memiliki ketelitian lebih akurat dimana diameter labu takar sangat kecil
sehingga dalam melakukan pengenceran larutan digunakan labu takar. Kemudian larutan
boraks yang bening ditambahkan indikator metil orange (MO), yang berfungsi
sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir ditandai dengan berubahnya
warna dari orange menjadi orange kemerahan. Indikator metil orange digunakan
karena memiliki trayek pH 3,1-4,5 (Ibnu,2004: 113). Dimana trayek pH indikator
tersebut bersifat asam yang sesuai dengan larutan HCl yang sama-sama memiliki
sifat asam dan dengan tingkat keasaman yang berkisar dari 3-4,5 yang juga
merupakan larutan yang akan distandirasisasi.
Kemudian
larutan distandarisasi. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali titrasi, tujuannya
untuk dapat membandingkan volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi
selain itu juga agar hasil diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh
secara berturut turut V1
= 5 mL, V2 = 5 mL, V3 = 5,1 mL dengan = 5,03 mL dan
Normalitas HCl yaitu 0,104 N, artinya
konsentrasi HCl standar yang digunakan adalah 0,104 N. Normalitas yang diperoleh menandakan bahwa HCl
standar yang digunakan yaitu lebih encer dari konsentrasi HCl sebelumnya. Hal
ini dikarenakan kurang telitinya praktikan saat melakukan titrasi yang
menyebabkan volume titran yang diperoleh tidak terlalu dekat yang mempengaruhi
konsentrasi HCl yang diperoeh. Adapun reaksi yang terjadi:
-
Na+O3
-S N=N (CH3)2 + H3O+
Indikator
MO
-
Na+O3
-S
N.N = N+ (CH3)2 +
H2O
-
Na2B4O7.10H2O(aq)
+ 2 HCl(aq) 2 NaCl (aq) + H2BO4
(aq) + 5 H2O(aq)
2. Penentuan
campuran karbonat dan bikarbonat
Percobaan
kedua ini bertujuan untuk menentukan kadar bikarbonat dalam sampel campuran
karbonat dan bikarbonat. Larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
direaksikan dengan indikator metil orange kemudian dititrasi dengan larutan
standar HCl sehingga menghasilkan larutan yang berwarna orange.Titrasi ini
dilakukan sebanyak 3 kali agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Volume HCl
yang digunakan pada titrasi I, II, dan III masing-masing sebesar V1 = 59,8 mL, V2 =
60,0 mL, V3 = 60,4 mL, = 60,1 mL dengan kadar
karbonat sebesar 0,12
N.
Penentuan
kadar bikarbonat dilakukan dengan mereaksikan larutan sampel campuran dengan
larutan BaCl2 10% sampai tidak terbentuk endapan lagi. Penambahan
BaCl2 10% berfungsi untuk mengendapkan ion CO32-
sampai membentuk BaCO3 sehingga yang tersisa hanya bikarbonatnya.
Larutan dengan endapan putih yang dihasilkan disaring kemudian filtrate yang
diperoleh ditambahkan indikator metil orange yang berfungsi untuk memberikan
tanda perubahan saat titrasi berakhir yang ditandai dengan berubahnya larutan
kuning menjadi larutan orange yang disebabkan oleh indikator MO. Titrasi
dilakukan sebanyak 3 kali agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Volume titran
yang diperoleh pada titrasi I dan II dan III adalah V1 = 2,8 mL, V2 = 2,9 mL, V3
= 3 mL = 2,9 mLdengan
kadar bikarbonat yang diperoleh adalah 0,012 N. Reaksinya yaitu:
CO32-
+ BaCl2 BaCO3 (putih) + 2Cl-
HCO32-
+ HCl H2CO3
+ Cl-
I. PENUTUP
1.
Kesimpulan
a.
Normalitas
HCl yang diperoleh dari hasil standarisasi HCl dengan menggunakan larutan
boraks yaitu 0,104 N
b.
Kadar
karbonat yang digunakan dalam sampel adalah 0,12
N sedangkan bikarbonat sebesar 0,012 N.
2.
Saran
Diharapkan
kepada praktikan selanjutnya lebih teliti dalam melakukan titrasi agar tidak
terjadi kesalahan titrasi dan hasil yang diperoleh juga akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A dan A.L. Underwood, 1986.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
Hardaji. W.
1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta:
PT Gramedia
Ibnu,
M. Sodiq, dkk. 2004. Kimia Analitik I.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Khopkar.
1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Nuryanti
Siti, dkk. 2010. Indikator Asam-Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L). Jurnal AGRITECH. Vol.
30, No. 3.
Sundari,
Ratna. 2016. Pemanfaatan Dan Efisiensi Kurkumin Kunyit (Curcuma Domestica Val) Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa.Jurnal Teknoin.Vol. 22, No. 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar